KOMPAS.com - Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, berharap Presiden Joko Widodo dan tim ekonominya bekerja lebih keras selama lima tahun mendatang.
Menurut dia, kinerja pemerintah di bidang ekonomi selama ini belum optimal. Pasalnya, target perekonomian secara umum selama lima tahun terakhir relatif belum sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
“Secara umum, di bidang ekonomi melihat kinerja perekonomian dari sisi pertumbuhan. Karena pertumbuhan tersebut merepresentasikan segala aktivitas yang ada di masyarakat. Ultimate goal-nya adalah bagaimana ekonomi dapat tumbuh dengan baik dan merata,” kata Eko saat diskusi bertema “Plus Minus Paket Menteri Ekonomi di kabinet Jokowi” di ruang Media Center, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Baca juga: Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI, Ini Sebabnya
Pada awal pemerintahan Presiden Jokowi, sambung dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia 4,8 persen.
Dengan berbagai kebijakan dan terobosan, pemerintah mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga mencapai di atas 5 persen.
Menurut dia, sejumlah menteri yang duduk di kabinet pada masa awal pemerintahan Jokowi memang belum tepat. Dengan begitu, capaian kerja pemerintah di sektor ekonomi saat itu belum optimal.
Perubahan terjadi ketika Jokowi mengganti sejumlah menteri. Hasilnya, imbuh dia, pertumbuhan ekonomi pun membaik.
”Artinya ada kinerja di sana,” kata dia.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi RI Bakal Melandai di Kuartal II 2019, Mengapa?
Namun demikian, Eko menilai Jokowi memasang target pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi yakni rata-rata 7 persen.
“Hasilnya sekarang ini hanya mencapai di kisaran 5 persen,” kata dia.
Ia berpendapat, Jokowi mesti mengocok ulang tim ekonomi yang ada saat ini. Menurut dia, Jokowi membutuhkan orang-orang yang dapat mengimplementasikan target pertumbuhan ekonomi tersebut.
Di sisi lain, ia melanjutkan, angka kemiskinan, pengangguran, dan gini ratio berkurang.
Ia berharap, pada periode kedua kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo mampu meningkatkan capaiannya.
Masalah lainnya, imbuh dia, penerimaan pajak tidak tercapai. Oleh karenanya, Presiden Jokowi mesti berani mengambil langkah-langkah agar target penerimaan pajak tercapai.
"Penerimaan negara 65 persen berasal dari pajak, kalau pajak itu tidak tercapai pasti efeknya tinggi kepada APBN. Kalau penerimaannya tidak tercapai, pasti pengeluarannya juga menjadi tidak maksimal dan hutang negara juga akan bertambah,” ujar Maruarar.
Saat ini, sebagian menteri di bidang perekonomian berlatar belakang akademisi dan birokrat. Sedangkan, menteri berlatar belakang pengusaha jumlahnya relatif sedikit.
“Menurut saya, sudah saatnya dilakukan kombinasi. Jangan kebijakan-kebijakan presiden yang sudah pro-rakyat malah tidak didukung oleh menterinya. Sebab, menteri adalah pembantu presiden, dan yang juga memiliki visi misi adalah presiden bukan menteri,” kata dia.
Baca juga: Penerimaan Negara Menunjukkan Sinyak Tak Sebagus Tahun Lalu
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Andy Akmal Pasluddin mengatakan, target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen tidak tercapai.
Dampaknya, lanjut dia, target mengurangi jumlah orang miskin dan pengangguran pun tidak terlalu bagus.
“Baru terjadi dalam sejarah, angka kemiskinan turun di bawah dua digit,” jelas Akmal.
Ia mengusulkan, Presiden Jokowi melakukan pembatasan impor dan masuknya tenaga kerja asing yang tidak memiliki keterampilan.
“Terkait ekonomi kreatif, harus diberikan ruang bagi generasi muda selaku penerus bangsa. Selain itu, perbaiki pelayanan pemerintahan,” ujar dia.
Sementara itu, Anggota DPR RI Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun menilai, pertumbuhan ekonomi bukanlah segala-galanya.
Pemerintahan Joko Widodo lima tahun mendatang perlu memperhatikan kesenjangan ekonomi rakyatnya.
“Kalau pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi kesenjangan tetap terjadi, maka arti pertumbuhan ekonominya menjadi tidak tercapai. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus dapat menyejahterakan masyarakat,” ujar dia.
Penerimaan negara dalam APBN dinilai tidak optimal, sementara itu biaya bunga naik. Oleh karenanya, tim ekonomi mesti memprioritaskan untuk merampungkan persoalan itu.
“Yang kita cari sebenarnya bukanlah orang-orang dipuji oleh luar negeri, reputasinya internasional dengan berbagai macam penghargaan, tetapi menteri yang loyal seratus persen kepada presidennya,” ujar dia.